[K-Drama review] One Spring Night (2019) : A heartwarming yet simply-realistic

Welcoming, July. Bulan yang biasanya jadi renungan enam bulan kebelakang dan kembali menyusun rencana untuk lima bulan kedepan. saya belum ingin curhat dulu apa yang sudah di kerjakan enam bulan kebelakang atau rencana lima bulan kedepan. Ulasan drama boleh, ya? kalau saya sampai niat membuat ulasan tentang film atau drama, berarti drama atau film ini beneran bagus banget versi saya. One Spring Night, judulnya. Kebetulan, drama Korea Selatan ini baru saja tamat pada tanggal 11 Juli 2019 lalu.  Lalu, mengapa One Spring Night?




Bila anda pengguna atau pelanggan platform Netflix, pasti tidak akan asing bila ada poster Korean drama One Spring Night ini. Drama ini di tayangkan di MBC TV di Korea Selatan, namun juga airing di Netflix, bisa dibilang ini adalah original Netflix series. Drama Korea selalu menjadi salah satu tayangan favorit saya dikarenakan bukan hanya 'menjual' tampang dari pemain-artis Korea yang selalu 'segar' bahkan statement fashion nya yang selalu lucu bahkan menjadi trend, namun juga menyajikan jalan cerita yang tidak biasa dan meninggalkan pesan didalamnya. Namun, saya tergolong orang yang picky kalau ingin menonton drama. Jikalau ada drama yang menyajikan fantasi berlebihan, kisah yang terlalu jenaka, atau bahkan horor, kayaknya sudah pasti ngga akan saya 'tengok' drama itu. atau misal, dari sinopsis storyline nya sudah bisa ditebak, sudah pernah ada di drama lainnya, sudah pasti juga saya tinggalkan drama itu. Selain itu, meski pemainnya terkenal dengan aktingnya yang baik, rating drama yang diperankan selalu bagus, juga bukan berarti saya akan menonton drama itu.  Lalu, mengapa One Spring Night?



Storyline yang 'sederhana' namun realistis

Genre drama ini adalah melodrama-romantis. Diperankan oleh Jung Hae-In sebagai Yoo Ji-Ho dan Han Ji- Min sebagai Lee-Jeong In, beserta bintang Korea lainnya (simply because saya cuma hapal dua pemeran utama itu aja hehehe). Drama ini menceritakan kisah pertemuan antara pustakawan  dengan seorang apoteker. Pertemuan awal mereka sebagai pelanggan dan penjual ini berlangsung pada suatu pagi di musim semi, sangat tak terduga. Menariknya, Jeong-In sudah memiliki kekasih, sementara Ji-Ho sendiri adalah seorang ayah yang memiliki satu anak, lalu sudah bisa ditebak bahwa keduanya jatuh cinta. Dari sinilah kisah kasih mereka bermula. Menurut saya, kisah yang disampaikan dalam drama ini sederhana namun realistis. Dalam keadaan seperti itu mereka tidak ragu dalam menunjukkan perasaan mereka, tidak hanya berhati-hati, namun benar-benar dengan sepenuh hati. Perasaan mereka pun tumbuh, seiring waktu diiringi malam-malam hangat di musim semi.


Kenapa saya bisa sampaikan 'sederhana' namun realistis? kisah ini kerap kali ditemukan dalam keseharian, mungkin tidak sadar tapi bisa saja kita mengalaminya. Seperti Jeong-in dan Gi-Seok, kekasihnya, mereka sudah berpacaran selama 4 tahun dan sudah saatnya mereka berpikir untuk keseriusan hubungan mereka, termasuk masalah pernikahan. Tidak sedikit yang bertanya-tanya dalam hati bahwa, apakah pasangan kita saat ini adalah orang yang tepat untuk menghabiskan hidup kita? Jikalau dalam suatu hubungan dirasa sudah tidak sehat, apakah setelah menikah akan ada jaminan bahwa hubungan itu akan baik-baik saja? Apakah dengan berpacaran lama dengan pasangan kita sudah pasti nantinya akan menikah? Disisi lain, jikalau kita bertemu dengan yang lebih tepat dan dapat membuat kita bahagia, apakah kita tetap akan di cap sebagai orang yang egois nantinya? yang pada akhirnya: hey, you should find your own happiness. mind the others. Dengan demikian storyline yang disampaikan dalam drama One Spring Night ini membuat kita berpikir dari sudut pandang penonton yang berbeda, ada negatif dan positif pastinya.  


Sinematografi yang apik

Bagian lain yang saya suka dari drama ini adalah sinematografinya. Meski saya emang engga paham dan bukan ahlinya kalo membahas soal ini, tapi saya suka bagaimana pengambilan gambarnya. Sepertinya sang sutradara, Ahn Pan-Suk, sangat memperhitungkan dan memperhatikan banget spot dan angle pengambilan gambar. plus, meski ini drama romantis, mereka lebih mementingkan menangkap sebuah momen, dibandingkan menampilkan sebuah aksi, yang membuat kita benar-benar ada disana dan bisa memahami karakter pemain dengan baik. Contohnya, soal adegan kissing, sebagian besar drama adegan itu adalah bagian yang ditunggu-tunggu banget, jadi setiap ada adegan kissing akan dibuat slow-mo, bahkan di zoom (ya kan? hahaha!) Tapi tidak di drama ini, adegan romantis, termasuk kissing didalamnya, dalam pengambilannya tidak dibuat berlebihan, tidak dalam paksaan, dibiarkan mengalir secara natural oleh para pemain, yang bisa kita ikut rasakan momennya, bukan aksinya.





Karakter yang disampaikan dengan jujur

Dialog yang disampaikan pun jujur, tegas, dan apa adanya, kerap kali menyelipkan kata-kata yang heartbreaking. Kendati demikian, drama ini tidak pelit dialog yang ada jokes nya, kok. Menurut saya, antara pemain menujukkan karakternya baik dengan gestur tubuh maupun verbal. Sepertinya sutradara drama ini ingin menampilkan sisi egoisme daripada karakter arahannya. Seakan-akan: tidak ada karakter yang sempurna. Setiap orang memiliki sisi 'gelap' dan ego yang tinggi demi kepentingan dirinya dan orang sekitarnya, yang pada akhirnya diharapkan adalah karakter tersebut akan mengakui kesalahan (rasa bersalah), ketakutan, dan kekurangan mereka.



Seperti Lee Jeong-In, seorang pustakawan yang memilki karakter yang keras, berani, cerdas, dan selalu tahu bagaimana melindungi dirinya for own her happiness' sake. Jauh sebelum bertemu dengan Ji Ho, ia mulai mempertanyakan dalam hati apa yang ia mau dan bagaimana perasaan dia yang sesungguhnya.  ia berpikir untuk menyudahi saja hubungannya dengan long-term boyfriend nya, Kwon Gi-Seok, dan secara terang-terangan menyampaikan ke ayahnya tentang pilihan hidupnya untuk tidak segera menikah. Ketika ia merasa ada rasa jatuh hati dengan seorang Ji-Ho, ia mulai mengambil langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya, tentunya dengan hati-hati meski ia tahu akan ada yang tersakiti.

Sementara Ji-Ho, ia adalah orang yang memiliki karakter ayah tunggal yang penuh perhatian, sopan, dewasa, penyayang, dan apa adanya. Ia sempat lupa bagaimana rasanya jatuh cinta dikarenakan masa lalunya yang mengubah kehidupannya dan fokusnya saat ini adalah membesarkan Eun-U. Maka dari itu, saat ia merasa ada sesuatu antara dirinya dengan Jeong In, ia langsung meyakini bahwa she is the right one, ia dapat tanpa ragu menunjukkan emosi dan luapan perasaannya. Kendati demikian, disaat tertentu Ji-Ho kerap kali dibayang-bayangi masa lalunya yang tidak menyenangkan yang selalu membuatnya takut dan merasa bersalah. Bagian yang saya suka dari karakter Ji Ho adalah, meski dia tidak bisa menyembunyikan emosinya dan perasaannya kepada Jeong-In, dia selalu memberi ruang untuk Jeong-In untuk meluruskan perasaannya, dan tidak memaksakan hubungan diantara mereka, karena ia ingin membiarkan perasaan dan hubungan itu tumbuh apa adanya.

Kondisi kedua karakter ini sangat cocok dipasangkan, lugas bertemu dengan yang lembut penuh pengertian, yang selalu di hantui masa lalu yang kelam, kemudian disinari sebuah harapan baru. Kesamaan dari karakter keduanya ini adalah, mereka saling melindungi dan menjaga perasaan satu sama lain.



Sementara peran Kwon Gi-Seok, kekasih Jeong-In ini, bisa dibilang seseorang yang manipulatif, suka mengatur, dan sangat egois terlihat ia selalu memaksa Jeong-In untuk menyegerakan hubungan mereka ke jenjang pernikahan atau tindakan lainnya diluar sepengetahuan Jeong-In. Saya hampir tidak menemukan sisi positif dari seorang Gi Seok ini, apa karena karakternya terlalu nyebelin ya? hehehehe. Kenapa menyebalkan: meski dia merasa dirinya 'korban' perselingkuhan, tapi seharusnya dia bisa menerima kondisi dimana hubungan dia dengan Jeong In memang sudah tidak sehat lagi. Move on, dude.



Budaya patriarki dan sudut pandang seorang single father

Sejauh drama Korea yang saya tonton, mereka selalu melibatkan peran serta keluarga dalam kehidupan sehari-hari mereka. Terlebih Ji-Ho adalah seorang single father pastilah melibatkan peran kedua orang tuanya, bahkan putranya. Drama yang mengangkat kisah seorang single father menurut saya masih sangat jarang, sehingga menjadi sebuah bagian penting dalam drama ini. Mengapa demikian, karena masih banyak ayah dari keluarga Korea yang menginginkan putri-putrinya menikah dengan seseorang pria yang mapan, sudah settle hidupnya, dan dari keluarga terpandang bila memungkinkan, hal ini juga ditunjukkan dalam drama One Spring Night ini, tiada hari tanpa ketegangan antara Jeong-In dengan ayahnya. Bisa kebayang kan, dilemanya Jeong-In, bila ia meneruskan hubungan dengan Ji-Ho dia juga harus memikirkan bagaimana menghadapi keluarganya, sementara di sisi lain, ia juga merasa hubungannya dengan Gi-Seok sudah tidak ada harapan.

Demikian juga Ji-Ho, karena ia memiliki seorang putra, ia memikirkan apakah Eun-U, putra semata wayangnya bisa menerima Jeong-In menjadi ibu sambungnya? apakah keluarga Ji-Ho bisa menerima Jeong In menjadi menantu mereka, karena mereka berpikir Jeong In belum pernah menikah, masih enerjik, dan belum ada pengalaman dalam mengurus anak. Disamping itu.. orang tua Ji-Ho tidak menampik kondisi keluarganya yang sederhana, apakah orang tua Jeong-In bisa menerima?

Tidak luput dari keluarga ayah Gi-Seok, yang juga direktur yayasan tempat ayah Jeong-In bekerja, ia menginginkan Gi-Seok untuk segera menikah dengan wanita yang dipilihkan ayahnya tersebut, namun tanpa disangka ia memberikan kesempatan pada Gi-Seok untuk memperkenalkan Jeong-In kepadanya, terlebih kekasih putra nya itu adalah putri dari orang kepercayaan ayah Gi-Seok. Dari sini, terlihat hampir ada 'bisnis dibalik sebuah pernikahan', bukan? jadi, sudah bisa ditebak bahwa akan ada pertentangan dan campur tangan orang tua dalam drama ini.



Tidak melulu menunjukkan hal manis dan romantis, tetapi juga mengajak penonton untuk menaruh perhatian terhadap masalah rumah tangga

(Spoiler alert!) 

Masalah lain yang diangkat dalam drama ini adalah perceraian kakak Jeong-In, yaitu Lee Seo-In, seorang jurnalis dan news anchor terkenal, yang ingin bercerai dari suaminya, Si-Hoon. Seo-In selalu menutup rapat apa yang terjadi didalam rumah tangganya termasuk penyebab ia ingin menggugat cerai hingga akhirnya diketahui oleh ibu Seo-In bahwa putri sulungnya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh menantunya. Sebagai informasi, penonton tidak akan diperlihatkan persis seperti apa sih, kekerasan yang dialami oleh Seo-In, namun kekerasan itu 'terlihat' nyata adanya saat bagaimana Seo-In meluapkan perasaannya hanya dari gestur tidak nyaman, atau bagian ketika Seo-In bersikeras tidak dapat lagi menahan dirinya untuk terus bersama suaminya, sampai tidak lagi dapat menjelaskan dengan kata-kata dari situlah keluarga merasa ada yang aneh diantara keduanya. Intinya, penonton diajak untuk merasakan betapa menderitanya si Seo-In ini. Dari sini kita semua berharap bahwa, semoga kelak mendapatkan pasangan yang tidak main kasar dan temperamen ya, hehe.



Loving Sisters

Kembali ke karakter pemain, menariknya, di drama ini adalah Jeong-In selain punya Kakak perempuan yang karakternya tidak beda jauh darinya, ia juga punya adik perempuan yang sangat berbeda karakter dengan keduanya, yaitu Lee Jae-In. Jae-In ini mempunya karakter yang unik juga, selain berani seperti kakak-kakaknya, ia sangatlah perhatian dan penyayang, dia dikenal manja, pembangkang namun tidak secerdas kakak-kakak nya yang lain. Namun, saat ia mengetahui Seo In, kakak kandungnya terlihat hampir ingin dipukuli oleh iparnya, Jae-In tidak tanggung-tanggung untuk pasang badan melindungi kakaknya. Demikian, saat kakak keduanya, Jeong-In sedang menghadapi dilemma akan hubungan percintaannya, Jae-In selalu ada untuk memberi support dan masukkan untuk kakaknya tersebut. Sister solidarity diperlihatkan kuat banget disini. Disaat drama lain mungkin lebih suka membandingkan kesuksesan antar kakak atau adik, namun disini mereka saling menguatkan-dan orangtua-dalam memperlakukan anak-anaknya, mereka tidak membeda-bedakan.




Family (and friends) does matters! no matter what.

Meski genre nya romantis, tapi kekeluargaan dan persahabatan kental dalam drama ini. Persaudaraan antara Jeong -In dengan kakak-adiknya, dengan sahabat yang juga rekan sekantornya, tidak sedikit Jeong-In melibatkan mereka semua dalam kegiatan sehari-harinya yang menyenangkan tapi juga tanpa diminta, saat Jeong-In dilanda masalah rumit, mereka selalu ada untuk Jeong-In. Saking dekatnya, tidak sesekali Yeong-Ju mengingatkan Jeong-In bahwa sikapnya telah melampaui 'batas'nya. Demikian juga Ji- Ho, selain memiliki ayah dan Ibu yang supportive, anak yang selalu pengertian, dia memiliki sahabat laki-laki yang dapat ia andalkan, bukan sekedar drinking buddy, tapi mereka selalu memberikan pendapat dan masukan untuk Ji-Ho. Terlebih salah seorang sahabatnya, Hyun Soo, merupakan junior Gi-Seok di kantornya, biarpun begitu, ia memilih untuk tetap loyal (profesional juga dong!) dan mendukung Ji-Ho, no matter what. 





Eargasm soundtrack

Terakhir, original soundtrack drama ini benar-benar eargasm! tidak tanggung-tanggung mereka menggandeng musisi Rachael Yamagata, musisi pendatang baru Oscar Dunbar, hingga... Carla Bruni untuk mengisi soundtrack drama ini. Suasana hangatnya musim semi terasa di telinga saya ketika mendengarkan alunan lagu-lagu mereka. Soundtrack nya pun sangat sesuai dengan latar belakang drama ini. Langsung saya jadikan soundtrack drama ini masuk ke dalam playlist Spotify saya. coba deh dengerin Oscar Dunbar dengan lagu Spring Rain nya, liriknya manis! Seakan kita beneran merasakan indahnya jatuh cinta di musim semi. Selain itu saat opening ada suara Rachael Yamagata dengan No Direction nya yang mengajak kita untuk ngga takut dalam menyambut harapan baru. Demikian juga Spring Waltz yang dibawakan oleh suara khas nya Carla Bruni yang kental dengan folk dan pop-french nya, dijamin bawa suasana. Ah, sudahlah, saya begitu terhanyut dalam semua soundtrack drama ini, saya putar terus berulang-ulang. Berikut list original soundtrack One Spring Night, simply find it on Spotify :)




1. Rachael Yamagata : No Direction
2. Rachael Yamagata : We Could Still be Happy
3. Oscar Dunbar : Spring Rain
4. Rachael Yamagata : Is it You
5. Carla Bruni : Spring Waltz


Baik, saya khawatir bila terlalu panjang akan menimbulkan spoiler berkelanjutan, maka saya sudahi saja review kali ini. Bila kalian menginginkan drama Korea genre melo-drama, romantis, heartwarming, jalan cerita yang sederhana & realistis (contohnya kayak ternyata si A dan B merupakan teman kecil atau pernah bertemu di masa lalu, atau mencari saudara/anak yang hilang, dst dst; paham kan? hahaha) then you might enjoy taking a walk through this drama: One Spring Night.
tapi ngga direkomendasikan bagi yang senang banget dengan dengan rom-com, banyak aksi, atau yang suka dengan alur serba cepat, termasuk yang mudah banget baper (apalagi disenyumin Jung Hae-In terus sepanjang drama ini).


p.s: I don't mind to watch it over again! or should I watch Something in The Rain? :)



cheers,
Fany

Comments

Ajeng said…
Saya tak bisa berkata kata bahwa memang drama ini membawa saya untuk jatuh cinta dan mencintai dengan cara yang berbeda, membuka pandangan saya akan bagaimana memaknai dan memberikan cinta dengan cara yang belum saya pikirkan sebelumnya...saya masih belum cukup dewasa atau lebih jelasnya berpengalaman dalam menjalin hubungan, akan tetapi drama ini akan selalu jadi penyegar saya dalam menjalani hidup bersama pasangan saya kelak. Terkadang memang naif bahwa harapan dan doa saya setidaknya memiliki pola pikir seperti pemeran utama wanita atau setidaknya saya bisa belajar dari dia, banyak yang saya pelajari dari karakter utama wanita ini. Akan selalu menarik drama ini saya tonton dan ulangi lagi lagi, karena masih banyak yang harus saya pahami kembali, seiring dengan perjalanan hidup saya...terimakasih author telah memberikan penjelasan yang saya inginkan dan pesan yang kamu ucapkan sudab cukup membuat saya mengerti...saya tunggu review drama atau film selanjutnya yaaa ^^

Popular posts from this blog

'Coco' Film Review: Sebuah Petualangan Memperjuangkan Hidup, Cita-Cita, dan Keluarga

Pertama Kalinya! | My First MUN Experience